BOOK RIVIEW : ISLAM MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP



    A. Identitas Buku 

1. Judul : Islam, Manusia, dan Lingkungan Hidup
2. Penulis : Herman Khaeron
3. Penerbit : Nuansa Cendikia
4. Tahun : 2014
5. Tebal : 132 hlm
6. ISBN : 978-602-7768-73-4


    B. Deskripsi isi buku

Saat ini bumi sedang menghadapi Krisis lingkungan. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), pembangunan secara masif, penggundulan hutan secara tidak bertanggung jawab merupakan beberapa alasan mengapa bumi ini tercemar dari berbagai aspek, baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Sayangnya hal ini dibiarkan terjadi secara terus menerus tanpa adanya gerakan untuk pemulihan ataupun penghijauan bumi kembali. Apabila masih diabaikan, bisa saja generasi selanjutnya tidak akan dapat menikmati keindahan alam yang di turunkan dari nenek moyang mereka sebelumnya.

Kasus yang terjadi diatas sangatlah menarik perhatian semua pihak, tidak terkecuali kaum agamawan. Agama Islam yang kita anut adalah benar dan mengajarkan kepada jalan yang lurus. Di dalam Quran dan hadis sendiri pastilah terdapat kegiatan untuk menjaga lingkungan agar tetap asri. Jika demikian, mengapa umat muslim menyimpang dari ajaran agama yang selama ini diajarkan? Lalu, apakah di dunia modern yang serba dipermudah ini ilmu pengetahuan, politik, dan agama mampu memecahkan masalah perihal krisis lingkungan? Dengan inti masalah tersebutlah buku ini akan menjawab dan memberikan kejelasan secara lengkap, serta sudut pandang baru terhadap bagaimana mengontektualisasikan Islam berkenaan dengan lingkungan hidup yang ditinjau dari berbagai aspeknya.


Perlu diketahui sebelumnya bahwa proses mengimplementasikan kegiatan ini sangatlah tidak mudah. Banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi. Oleh karena itu sudah semestinya tidak membiarkan kalangan pegiat lingkungan dari tingkat nasional maupun internasional untuk berdiri sendiri. Politik termasuk yang berperan penting saat ini, pengambilan keputusannya sangat berpengaruh demi menjaga lingkungan. Namun tidak bisa dipungkiri terkadang mereka juga terpengaruh dalam hawa nafsu untuk mengusai dan mengeksploitasi alam. Maka, dalam kegiatan ini kaum agamawan harus berperan dan bekerjasama terhadap kaum politisi perihal sikap melindungi lingkungan demi menjaga dan memperbaiki keasrian bumi.


Merumuskan gagasan tentang etika lingkungan global merupakan salah satu tugas utama agamawan tentang lingkungan. Etika global ini bukanlah campuran berbagai agama yang bermaksud untuk menjelekan suatu sisi tertentu ataupun menghilangkan esensi agama, norma-norma, maupun tradisi, tertentu. Melainkan melakukan kesepakatan yang telah digapai oleh agama-agama yang ada untuk dihormati dan dilaksanakan oleh setiap agama yang memiliki kepedulian terhadap perdamaian dan keadilan di dunia dalam hal etika global.


Beberapa etika permasalahan yang harus di tangani dan didiskusikan secara global dalam buku ini yaitu, hubungan antara manusia dan alam, hubungan utara selatan, dan hubungan antara generasi sekarang dan generasi yang akan mendatang.


Terdapat jarak antara alam dan manusia. Manusia, dalam hubungan antara manusia dengan alam cenderung mendominasi. Tidak sedikit perilaku mereka tanpa mengkhawatirkan dampak dari apa yang telah diperbuat secara tidak bertanggung jawab serta memanfaatkan dan mengeksploitasi alam secara berlebihan demi kepentingan kehidupan pribadinya. Hal ini harus diubah dari hubungan yang mendominasi menjadi hubungan berkesinambungan yang saling menopang untuk mencintai lingkungan. Dalam ajaran agama, pendekatan tanpa adanya kekerasan harus dilakukan kepada makhluk lain yang tidak hanya manusia. Dengan begitu setiap hak-hak asasi manusia berkaitan dengan hak-hak asasi alam dan makhluk lainnya.


Dalam Islam, manusia merupakan wakil Allah (Khulafa Allah). Mereka dituntut untuk bersifat proaktif dan kontributif dalam bentuk komitmen dan integrasinya terhadap ekosistem yang dihadapi, meskipun secara transendental berada di luar sebuah ekosistem yang tidak melibatkan dirinya. Singkatnya, objek kajian ekologi manusia dalam paradigma baru ini mengangkat hubungan khalifah dengan komponen fisik, non-fisik (rohaniah) dan metafisik mengingat komponen manusia terdiri atas rasio, emosi, perasaan, insting, dan spiritual. Hubungan antara khalifah dengan komponen fisik, yaitu interaksi antara komponen biotik, abiotik, dan dengan sesamanya. Sementara itu hubungan non-fisik adalah hubungan manusia dengan perilakunya, seperti bagaimana manusia berinteraksi dengan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan perilakunya merujuk kepada pengertian lingkungan hidup. Adapun hubungan metafisik adalah hubungan natural dengan lingkungan supernatural, seperti hubungan dalam konteks ibadah kepada Allah.


Masalah etika yang kedua adalah hubungan dunia utara-selatan yang bersangkutan dengan masalah lingkungan. Dunia utara telah bersangkutan dalam perusakan alam melalui kolonialisasi dan industrialisasi. Korban dari kebijakan tersebut adalah dunia selatan, di mana mereka menderita kemiskinan. Pengeksploitasian sumber daya alam serta pertambahan penduduk yang signifikan juga membawa penderitaan dalam hal kesejahteraan. Ketidakadilan akan terus berleluasa jika jurang ekonomi dan sosial semakin mendalam yang disebabkan oleh akses yang tidak merata pada kekayaan dunia.


Pada saat yang sama, hubungan baru antara generasi sekarang dan generasi mendatang harus ditandai dengan sikap hidup kontemporer baru yang tidak merusak lingkungan, dengan visi baru untuk mewariskan lingkungan yang bersih dan seimbang kepada generasi mendatang. Visi baru ini tidak hanya melibatkan keinginan untuk memberikan cinta kepada generasi mendatang yang hidup sekarang, tetapi juga kepada mereka yang akan lahir. Oleh karena itu, berhemat dan pengendalian diri merupakan tugas dan akhlak mulia yang harus dipenuhi.


C. Kelebihan dan Kekurangan Buku


Buku ini sangat direkomendasikan karena di dalam buku ini penulis menjabarkan penjelasan dengan sangat lengkap secara koheren dan saling terkait dari yang bersifat universal sampai hal mendetail dan terperinci. Dalam konteks pembahasan dari sudut pandang Islam, buku ini juga memiliki hubungan yang luas dengan Al-Quran. Selain itu, penulis juga memberikan contoh dan kasus yang dekat dengan kehidupan sekitar, sehingga mudah untuk mendapatkan penggambaran dari apa yang dimaksudkan oleh penulis.

Beberapa kelemahan dari buku ini adalah mengenai penulisan. Di temukan beberapa kata yang kurang tepat dalam ejaannya. Selain itu dalam segi estetika, beberapa gambar yang digunakan untuk memudahkan pemahaman kita terhadap suatu bacaan yang dimaksud seharusnya lebih bisa dimaksimalkan lagi sehingga terlihat lebih menarik.

D. Analisis Hasil Bacaan

Buku ini memberikan sudut pandang baru untuk saya pribadi. Sebelumnya saya mengetahui adanya kerusakan lingkungan hanya dengan perspektif sebab akibat yang sederhana seperti, mengapa lingkungan tercemar? Karena manusia melakukan pembuangan sampah secara sembarangan. Mengapa terjadi polusi udara? Karena banyaknya asap yang berasal dari kendaraan maupun pabrik yang tidak terkontrol dengan baik. Dalam buku ini lebih dijelaskan lebih mendalam tidak hanya dari sudut pandang yang saintifik, tetapi juga dari sudut pandang filosofis dan agama.

Seiring berkembangnya teknologi nampaknya tingkat kerusakan alam juga berbanding lurus dengan apa yang telah tereksploitasi secara tidak bertanggung jawab. Sudah bukan rahasia lagi bahwa sekarang bumi dalam keadaan krisis dan lingkungan telah tercemar dari segi air, udara, bahkan tanah. Kendati demikian, sudah banyak gerakan antisipasi dan pengurangan aktivitas yang merugikan bumi serta teknologi yang diciptakan dan didesain sedemikian rupa supaya mengurangi dampak negative terhadap bumi. Nampaknya, kegiatan tersebut tidaklah membuat perubahan yang signifikan. Penanganan secara teknik-intelektual sudah kerap diupayakan, namun secara moral-spiritual belum cukup diperhatikan dan masih harus dikembangkan

Dari hal tersebut kita mengetahui bahwa meskipun telah jelas dampak negatif dari apa yang telah diperbuat oleh manusia dan teknologi sudah canggih sekalipun, bila kemauan dan moral tidak dihadirkan tetap saja tidak akan ada perubahan yang berarti. Diakui ataupun tidak, moral manusia bersifat nisbi atau relatif tergantung pada kemauan. Kenisbian moral manusia ini tidak akan mencukupi tanpa melibatkan unsur agama. Agama diturunkan sebagai pedoman, pembimbing, pengontrol, dan pengatur yang konsisten. Disengaja atau tidak, etika lingkungan berakar pada moralitas agama Islam yang tak lekang oleh waktu.


Dalam ekosistem, kepastian hubungan Tuhan, manusia, dan alam (dalam arti manusia suatu agama atau keyakinan lainnya) merupakan sistem Integralitas antara Sang Pencipta, manusia, dan alam yang tidak dapat dipisahkan. Fokus studi dan penelitian manusia selama ini hanya terbatas pada sebab, fenomena dan akibat dari alam ini yang bersifat nisbi sehingga distorsi aktivitasnya sering muncul. Padahal di balik itu, figur Tuhan justru menjadi penentu yang mutlak bagi keseimbangan ekosistem alam ini Berbicara tentang keseimbangan kesatuan ekologis sebagai istilah lain dari ekosistem alam, maka harus terasosiasi asas etika lingkungan. Sebaliknya, berbicara tentang etika lingkungan tidak terlepas dar berbicara tentang moral manusia, bukan moral alam, sedangkan sumber morat manusia secara transendental tertata pada norma-norma spiritual yang kita sebut moral agama.


Sepanjang sejarah peradaban manusia sendiri, diketahui hanya agama Islam yang secara transparan memandu setiap individu agar menyadari kehadirannya di muka bumi int sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dari alam semesta. Hal tersebut juga tertulis baik dalam al-Quran maupun hadis.

    E. Kesimpulan

Meskipun peradaban sudah modern, dan kehidupan sehari-hari banyak dipermudah dengan canggihnya teknologi dan cepatnya informasi yang diterima. Faktanya tidak ada perbaikan yang signifikan dalam usaha untuk memperbaiki lingkungan di bumi ini. Walaupun pengembangan teknik-intelektual kerap diupayakan demi memperbaiki lingkungan agar tetap terjaga kelestarianya, nyatanya secara moral-spiritual belum cukup diperhatikan dan dikembangkan. Hal tersebutlah yang membuat eksploitasi sumber daya alam terus menerus dilakukan, serta sikap tamak dan serakah manusia yang tak luput dari sifat individu itu sendiri.

Maka dari itu Agama diturunkan sebagai pedoman, pembimbing, pengontrol, dan pengatur yang konsisten. Disengaja atau tidak, etika lingkungan berakar pada moralitas agama Islam yang bersifat permanen. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perintah untuk menjaga alam dan lingkungan, dan hal tersebut merupakan bagian dari kewajiban sekaligus ibadah kepada Allah SWT. Manusia sebagai wakil Allah (Khulafa Allah) dituntut untuk bersifat aktif dan berkontribusi untuk menjaga alam ini.